Pers Di indonesia Sebelum Zaman Kemerdekaan




1. Era Kolonial (1744-1900)
  • ·         Dunia pers, di era kolonial dimulai pada masa pemerintahan gubernur Jendral Gustaaf Willem Baron Van Imhoff. Surat kabar pertama pada 7 agustus 1744, dibatavia jakarta yaitu Bataviasche Nouvelles en Politique Raisonnementen.
  • ·         Selama kurun waktu 1744-1854, surat kabar cenderung dimiliki oleh orang eropa, berbahasa Belanda ditujukan bagi pembaca berbahasa belanda berisi tentang kehidupan orang eropa dan tidak terkait dengan kehidupan pribumi
  • ·         Barulah pada kurun waktu sesudah itu mulai muncul surat kabar berbahasa Melayu, misalnya Slompret Melajoe.
  • ·         Parker (1982) mencatat bahwa sejak 1850-an ada sebanyak 30 surat kabar yang diterbitkan di Hindia Belanda. Surat kabar tersebut bukan hanya berbahasa Belanda, tetapi juga berbahasa daerah, Melayu, dan Cina.
  • ·         Meskipun ada iklim yang memungkinkan terbitnya surat kabar, pemerintah kolonial pada dasarnya cenderung mencurigainya. Sehingga muncul terbitnya berbagai peraturan yang mengekang kehidupan pers. Peraturan pertama pemerintah kolonial tentang pers adalah Peraturan Barang Cetakan (Drukpers-reglement) pada tahun 1856.




2.  2.  Era Perjuangan Kaum Nasionalis (1900 – 1942)

  • ·         Pada tahun 1903 diterbitkan surat kabar pertama yang dibiayai, disunting oleh orang Indonesia diberi nama Soenda Berita dan dipimpin oleh Raden Mas Tirtoadisuryo, seorang wartawan muda berusia 21 tahun.

  • ·         Kemudian pada tahun 1907 juga terbit Medan Priaji, surat kabar pertama yang juga dibiayai, disunting, dan diterbitkan sendiri oleh orang-orang Indonesia.

  • ·         Pasca terbitnya Meda Priaji, sejak tahun 1913 mulai muncul dan berkembang model pers yang berafiliasi pada aliran politik atau organisasi tertentu. Maka jadilah pers sebagai corong dari aliran politik dan organisasi kebangsaan yang ada ketika itu.

  • ·         Pada tahun 1918 dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (Wetboek van Straftrencht) dicantumkan pasal-pasal pidana yang mengekang kehidupan pers.

  • ·         Selanjutnya pada 7 September 1931 pemerintah mengeluarkan Persbreidel Ordonnantie. Peraturan ini memberi kewenangan kepada gubernur jenderal untuk melarang terbit penerbitan yang dinilai menganggu ketertiban umum.

  • ·         Akibat adanya ordonasi tersebut, antara 1931-1936 tidak kurang dari 27 surat kabar kaum nasionalis diberangus (Lee, 1971)

Pendapat saya : pada masa ini, pers indonesia masih sangat dibatasi dalam kebebasannya, banyaknya suratkabar yang di bredel. Tapi, positif nya adalah munculnya surat kabar pertama yang dibiayai dan dilaksanakan orang indonesia. Masa itu, menunjukan langkah awal dari persuratkabarran yang full dilaksanakan orang indonesia.




3.   3.  Masa Transisi Pertama

  • ·         Pada masa ini Indonesia berada dalam kekuasaan pemerintahan penjajahan Jepang. Kehidupan pers diatur pemerintah penjajah dengan Undang-Undang No.16 yang memberlakukan sistem lisensi dan sensor preventif.

  • ·         Selama masa kependuduknnya di Indonesia, pemerintah penjajah Jepang melatih para wartawan Indonesia mengenai teknik penerbitan modern. Selain itu pemerintah penjajah Jepang juga mengangkat wartawan Indonesia menjadi redaktur berbagai surat kabar di Jakarta (Asia Raya, Djakarta Pembangun, Kung Yung Pao) di Surabaya (Soeara Asia), di Bandung (Tjahaja), di Semarang (Sinar Baroe), dan di Yogyakarta (Sinar Matahari).

  • ·         Namun demikian, keberadaan pers dikontrol secara ketat oleh pemerintah penjajah Jepang. Pers sepenuhnya diarahkan untuk melayani kepentingan pemerintah kependudukan Jepang, yakni memobilisasi rakyat.

  • Pendapat Saya: Disinilah masa masa pertama perkembangan pers di Indonesia, di masa inilah pers indonesia berperan penting dalam persuratkabaran indonesia, walaupun dijaga ketat oleh jepang dan hanya melayani kepentingan pemerintah jepang

4.   4.  Era Pers Partisan (1945-1957)

  • ·         Pada awal kemerdekaan sampai tahun  1950-an ada tiga jenis surat kabar yang terbit di Indonesia, yaitu surat kabar republiken yaitu surat kabar yang anti-penjajah Jepang dan Belanda, surat kabar Belanda yaitu surat kabar yang menyuarakan kepentingan penjajah Belanda, dan surat kabar Cina yaitu surat kabar yang dikelola komunitas Cina (Hanazaki, 1998:12).

  • ·         Sampai akhir tahun 1948 ada 124 surat kabar yang terbit di Indonesia, dengan tiras sebanyak 405.000 eksemplar. Akibat agresi Belanda kedua, pada tahun 1949 jumlah penerbitan surat kabar menurun menjadi 81, dengan tiras sebesar 283.000 eksemplar.

  • ·         Memasuki tahun 1950-an, kehidupan pers bergairah kembali. Hal ini dimungkinkan karena UUD sementara 1950 memberi jaminan kebebasan pers. Pada masa ini, semangat kebebasan muncul secara kuat.

  • ·         Sebelum kemerdekaan, pers pada umumnya mengidentifikasi diri sebagai pers perjuangan. Tetapi pada masa inipers cenderung mulai menjadi partisan. Artinya, pers menjadi pengikut partai, golongan, atau paham tertentu.


Anda baru saja membaca artikel yang berkategori pendidikan dengan judul Pers Di indonesia Sebelum Zaman Kemerdekaan. Anda bisa bookmark halaman ini dengan URL http://primasarastio.blogspot.com/2013/11/pers-di-indonesia-sebelum-zaman.html. Terima kasih!
Ditulis oleh: Unknown - Thursday, 28 November 2013

Belum ada komentar untuk "Pers Di indonesia Sebelum Zaman Kemerdekaan"

Post a Comment